New Delhi – Bayang-bayang diskriminasi menyelimuti India setelah disahkannya Undang-Undang (UU) Amandemen Kewarganegaraan baru. UU Baru India Singkirkan Muslim?
UU tersebut diklaim bertujuan untuk membantu naturalisasi bagi pemeluk Hindu, Parsi, Sikh, Budha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 31 Desember 2014. Ironisnya, Muslim yang merupakan mayoritas di ketiga negara tersebut dikecualikan dari manfaat UU ini.
Etnis Rohingya, kelompok minoritas yang mengalami persekusi di Myanmar, merasakan dampak paling signifikan dari UU ini. Mereka dilanda ketakutan akan dideportasi kembali ke negara asal, di mana mereka terancam bahaya.
Muhammad Hamin, seorang pengungsi Rohingya yang tiba di India pada tahun 2018, menggambarkan kekhawatirannya. “Berita deportasi memicu kepanikan di antara kami. Kami tidak tahu siapa yang akan diusir dan dipaksa menghadapi kengerian di Myanmar,” ungkapnya kepada Al Jazeera.
Kekhawatiran Hamin bukan tanpa alasan. Pada bulan Maret 2024, pemerintah negara bagian Manipur di India timur laut memerintahkan deportasi para pengungsi Rohingya. Tiga hari kemudian, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi menerapkan UU Amandemen Kewarganegaraan di seluruh wilayah India.
Keputusan ini menuai kecaman keras dari aktivis hak asasi manusia. Mereka menegaskan bahwa Rohingya, seperti komunitas Muslim lainnya yang dikecualikan dari UU ini, juga menjadi korban persekusi agama.
“Kami juga minoritas yang mengalami persekusi di Myanmar. Tapi pemerintah India tidak peduli karena kami Muslim,” kata seorang aktivis Rohingya.
Nasib Rohingya di India semakin diperparah dengan pernyataan pemerintah yang mengatakan bahwa kelompok tersebut tidak memiliki hak dasar untuk tinggal di negara tersebut. Hal ini bertentangan dengan konstitusi India yang melindungi hak-hak pengungsi.
Aktivis Rohingya dan pengacara Mahkamah Agung Colin Gonsalves menegaskan bahwa deportasi para pengungsi ke Myanmar di tengah perang saudara akan membahayakan nyawa mereka.
“Pengadilan Tinggi menegaskan bahwa perlindungan terhadap kehidupan para pengungsi adalah hak konstitusional. Mereka dilindungi oleh kebijakan non-refoulement yang melarang deportasi pengungsi ke tempat di mana mereka terancam bahaya,” papar Gonsalves.
Di sisi lain, media India sering menggambarkan Rohingya sebagai ancaman keamanan nasional, memperburuk stigma dan kebencian terhadap mereka.
Nay San Lwin, aktivis Rohingya yang berbasis di Jerman, mengatakan bahwa sikap apatis media dan pemerintah India telah menciptakan masa depan yang suram bagi Rohingya di negara tersebut.
“Kami hanya memerlukan perlindungan untuk tinggal di sini sampai situasi di negara kami menjadi normal. Tapi masa depan tampaknya gelap bagi kami,” tuturnya.
UU Amandemen Kewarganegaraan India telah memicu gelombang diskriminasi dan memicu kekhawatiran tentang masa depan kelompok minoritas di negara tersebut. Di tengah pergolakan politik dan kebencian, suara-suara Rohingya terpinggirkan, meninggalkan mereka dalam limbo ketidakpastian.
Gelombang Protes dan Kecaman
Disahkannya UU Amandemen Kewarganegaraan India tidak hanya memicu ketakutan dan kepanikan di kalangan komunitas Muslim, tetapi juga memicu gelombang protes dan kecaman dari berbagai pihak.
Aktivis hak asasi manusia, organisasi kemasyarakatan, dan akademisi mengecam UU ini sebagai bentuk diskriminasi yang terang-terangan dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme India.
Protes besar-besaran terjadi di berbagai kota di India, di mana massa turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap UU ini. Demonstrasi diwarnai dengan spanduk dan poster yang mengecam pemerintah dan menyerukan pencabutan UU tersebut.
Di ranah internasional, PBB dan organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch juga mengecam UU Amandemen Kewarganegaraan India. Mereka mendesak pemerintah India untuk meninjau kembali UU ini dan memastikan bahwa semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum.
Pemerintah India, di sisi lain, membela UU ini dengan dalih bahwa UU tersebut bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas yang mengalami persekusi di negara-negara tetangga.
Namun, para kritikus berargumen bahwa UU ini tidak hanya diskriminatif terhadap Muslim, tetapi juga membuka peluang bagi penyalahgunaan dan manipulasi politik.
Disahkannya UU Amandemen Kewarganegaraan India telah membuka luka lama diskriminasi dan kebencian di negara tersebut.
UU ini bukan hanya masalah bagi komunitas Muslim, tetapi juga bagi seluruh rakyat India yang ingin hidup dalam masyarakat yang adil dan damai.
Masa depan demokrasi dan pluralisme di India dipertaruhkan. Pencabutan UU Amandemen Kewarganegaraan dan upaya serius untuk memerangi diskriminasi dan kebencian adalah langkah krusial untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi semua rakyat India.