Hotnesia – Sebuah rencana yang diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri Inggris, Suella Braverman, untuk memangkas durasi tinggal bagi mahasiswa asing setelah lulus, telah menimbulkan kekhawatiran besar di Inggris sebagai negara pendidikan di pertanyakan dan ekonomi.
Rencana tersebut menetapkan bahwa setelah menyelesaikan studi mereka, mahasiswa asing hanya akan diizinkan tinggal selama enam bulan jika mereka belum mendapatkan pekerjaan berstatus terampil yang memenuhi syarat untuk visa kerja.
Ini menandai perubahan signifikan dari kebijakan saat ini yang memberi mereka dua tahun untuk mencari pekerjaan.
Kontroversi terjadi karena rencana ini dipandang sebagai ancaman terhadap reputasi Inggris sebagai salah satu destinasi pendidikan global yang paling diminati.
Di bawah rencana baru, mahasiswa asing harus menemukan pekerjaan dalam waktu singkat setelah lulus, atau mereka dipaksa meninggalkan negara tersebut.
Ini mengundang kekhawatiran bahwa kebijakan yang lebih ketat akan mengurangi daya tarik Inggris bagi mahasiswa internasional, mengancam pendapatan universitas dan dampak ekonomi yang mereka bawa.
Tantangan utama dalam rencana ini adalah upaya untuk memotong jumlah imigran di Inggris, sebuah komitmen yang dipegang teguh oleh Braverman.
Dia telah berjanji untuk memangkas imigrasi dan “mengurangi secara substansial” jumlah pekerja asing yang tidak terampil yang datang ke Britania Raya.
Salah satu langkah yang diambil adalah membatasi visa pasca-studi bagi mahasiswa internasional, yang sebelumnya memungkinkan mereka tinggal dan bekerja di Inggris setelah menyelesaikan gelar mereka.
Namun, oposisi terhadap rencana tersebut berasal dari berbagai pihak, terutama dari lembaga pendidikan tinggi dan perwakilan mahasiswa.
Mereka mengkhawatirkan bahwa perubahan ini akan membuat Inggris menjadi kurang ramah terhadap mahasiswa internasional dan merusak reputasi negara sebagai pusat pendidikan yang terbuka dan inklusif.
Selain itu, mereka mempertanyakan efektivitas langkah-langkah tersebut dalam mencapai tujuan mengurangi imigrasi, sementara potensi kerugian ekonomi jangka panjangnya bisa jauh lebih besar.
Sejumlah perdebatan juga terjadi seputar kekhawatiran bahwa rencana tersebut akan mengurangi daya tarik Inggris sebagai destinasi pendidikan internasional.
Saat negara-negara pesaing seperti Amerika Serikat menawarkan visa pasca-studi yang lebih murah hati, langkah-langkah yang lebih ketat di Inggris dapat mengarah pada penurunan jumlah mahasiswa internasional yang mendaftar.