Prof Syahrin Sebut Buya Syafii Maarif bukan ‘Abid, tapi ‘Alim Mania…

Akademik, Ragam86 Dilihat

Buya Syafii Ma’arif – Rektor Universitras Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA sepertinya tak kehabisan pikiran dan ide, untuk menggambarkan betapa mulia dan hebatnya ketokohan Sang Mujaddid Prof. Ahmad Syafi’i Maarif atau Buya Syafi’i Ma’arif.

Itu terlihat saat Prof. Syahrin menyampaikan tausiyah pada acara “ Doa dan Tahlilan untuk Sang Mujaddid “ di Madjid Ulul Albab Kampus UIN Sumut, Jalan Sutomo Medam, Minggu (29/5/2022) malam. “ Buya Syafi’i itu bukan abid, tapi alim mania, “ kata Prof. Syahrin di hadapan sekitar 100 orang cendikiawan Muslim yang mengikuti gelaran tahlilan tersebut.

Prof. Syahrin mengurai ada perbedaan antara abid dan alim. Jika abid, beribdah dan wara’ untuk dirinya sendiri. Sedangkan alim, ibadahnya melalui prilaku dan bermanfaat bagi orang lain. Salah satu contohnya, Buya Syafi’i selalu berpenampilan dan berpakaian yang sederhana dalam setiap kesempatan.

Mengutip salah satu Hadist Rasulullah, Prof. Syahrin menyebut bahwa alim itu seperti bulan purnama. Sedangkan abid itu laksana bintang-bintang gemerlap yang mengelilingi bulan purnama. “ Posisi Buya Syafi’i itu, ya seperti bulan purnama itu, “ tegas Prof. Syahrin dalam acara yang digagas Ketua DPP Gerakan Dakwah Kerukunan dan Kebangsaan (GDKK), Dr. Solahuddin Harahap, MA itu.

Kelebihan Buya Syafi’i, menurut Prof. Syahrin, dibandingkan tokoh lain adalah Buya Syafi’i kerap menggunakan kalimat pendek tapi memiliki arti yang panjang. Saat ditanya, Buya Syafi’i pernah mengatakan, “ Alquran tak pernah membisu ketika diminta jawaban tentang masalah dalam hidup ini,”.

“ Kalimat itu cukup singkat, tapi memiliki arti yang sangat panjang. Saya selalu mengingat kalimat Buya Syafi’i itu. Begitulah Buya Syafi’i, selalu menggunakan kata-kata tajam dan indah “ ujar Prof. Syahrin.

Karena itu, Prof. Syahrin mengingatkan, menghormati guru itu tidak hanya ketika ia hidup, tapi juga setelahn kematiannya. Menyetir kata-kata sahabat Ali bin Abi Thalib, Prof. Syahrin pun ikhlas menjadi hamba Buya Syafi’i karena ia pernah berguru pada Buya Syafi’i baik langsung maupun dari buku-bukunya.

Di hadapan para cendikiawan Muslim itu, Prof. Syahrin meminta untuk tidak memandang Buya Syafi’i dari segi Ormasnya. “ Terlalu sederhana itu kalau mempertimbangkan Buya Syafi’i dari sisi Ormas, “ jelas Prof. Syahrin. “ Buya itu tokoh bangsa, milik semua. Islam itu untuk semua, bukan primordialisme, “ tambahnya.

Sebelumnya, pewakilan ormas Islam juga menyampaikan kata-kata takziah, tentang sosok Prof Syafii Maarif. Dr Muhammad Dalimunte, mewakili Nahdlatul Ulama (NU) mengatakan, wafatnya almarhum merupakan kehilangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

“Sepak terjang dan kontribusi beliau dalam dunia akademik khususnya kajian Keislaman merupakan warisan yang akan tetap hidup bagi kita. Kiranya kita dapat mendoakan almarhum secara terus menerus,” kata Ketua LAZIS NU Sumut ini.

Sedangkan Prof Dr Syaiful Akhyar mewakili ormas Al Washliyah, menyebut Buya Syafii Maarif merupakan sosok yang dikenal dekat dengan masyarakat akademik. “Pokok pikirannya sudah mewarnai khasanah pengetahuan kita semua terutama di bidang agama, politik,  ekonomi serta sosial kemasyarakatan berbangsa dan negara,” ujarnya.

Syaiful Akhyar mengatakan, Syafii Maarif adalah dosennya sejak 1 September 1988 ketika ia menempuh studi di UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta. “Beliau sosok ‘Ayah’ yang sangat sederhana, profesional serta konsisten dalam prinsip dan konsep yang disampaikannya,” tukas mantan Ketua PW Al Washliyah Sumut ini.

Prof Dr Lahmuddin, yang mewakili ormas Muhammadiyah, menuturkan, sosok Buya Syafii Maarif tidak tergantikan bagi warga Muhammadiyah. Ia pun berterimakasih pada UIN Sumut yang menggelar acara seperti ini.

“Kegiatan ini merupakan penghargaan bagi Buya Syafii Maarif secara khusus, dan warga Muhammadiyah pada umumnya dari Rektor Prof Dr Syahrin Harahap dan civitas akademik UIN Sumut,” pungkasnya.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif alias Buya Syafii  meninggal dunia pada hari Jumat, pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta. Buya Syafii meninggal pada usia ke 86 tahun. Buya Syafii dimakamkan di Pemakaman Husnul Khotimah yang berada di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.

Meninggalnya Buya Syafii menyisakan luka mendalam bagi orang-orang yang mengenal tentangnya. Semasa hidupnya, Buya Syafii diketahui merupakan seorang ulama moderat, sekaligus seorang sejarawan.

Buya Syafii merupakan seorang pria kelahiran tanah Minangkabau, ia mengawali karirnya menjadi seorang guru di sekolah Muhammadiyah di Lombok pada tahun 1957. Ia juga merupakan seorang Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada periode 1964-1969. Tar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *